Perjalanan Menemukan “Perasaan” di Novel “Almond” scrap 3 download
by Binar Candra Auni
Almond
-
Author
Sohn Won-pyung 손원평
-
Publisher
-
Language
Indonesian Bahasa Indonesia
-
Date
2023-10-18
- ISBN
About Reviewer 리뷰어 소개
Binar Candra Auni
Binar Candra Auni
Resensi ini memberikan ulasan novel “Almond” karya Sohn Won-pyung yang mengisahkan perjalanan tokoh utama bernama Yoon-jae untuk memahami emosi. Resensi ini merangkum alur cerita, membahas penokohan, dan mengupas tema dan pesan moral yang disampaikan dalam novel. Tema Tentang pemahaman emosi dan pentingnya peduli pada sesama pun digali.
“Menjadi manusia berarti mengetahui kesedihan,” itulah kata Brené Brown, peneliti dan penulis “Atlas of the Heart”, buku yang memetakan 87 emosi manusia. Ada banyak emosi yang mampu dirasakan oleh manusia. Gembira, sedih, marah, cinta, takut, dan damai, hanyalah sebagian kecil emosi yang kita mampu ungkapkan dengan kata-kata. Terkadang, ada emosi yang tidak mampu kita deskripsikan. Namun seberapapun banyaknya jenis emosi, Seon Yoon-jae tidak bisa merasakannya.
"Almond" karya Sohn Won-pyung adalah sebuah karya sastra yang meneropong dunia melalui mata seorang remaja bernama Seon Yoon-jae yang mengidap alexithymia, sebuah kelainan otak yang membuatnya tidak bisa merasakan emosi. Novel ini mengajak pembaca melalui perjalanan Yoon-jae untuk mampu memahami dan merasakan emosi seperti kebanyakan orang. Ketika kecil, kehidupan Yoon-jae berubah drastis setelah menyaksikan kekerasan brutal yang terjadi kepada ibu dan neneknya.Insiden tragis ini menewaskan neneknya dan membuat ibunya koma. Sikap Yoon-jae yang hanya terdiam ketika menyaksikan kejadian itu lantas membuat orang-orang memandangnya sebagai manusia yang tidak normal, seperti layaknya “monster”.
Yoon-jae yang kini tinggal sendiri akhirnya mengurus toko buku bekas milik ibunya. Di Hari-harinya bersekolah dan mengelola toko, banyak peristiwa terjadi pada Yoon-jae. Yoon-jae bertemu dengan Gon, seorang remaja nakal yang dicap sebagai “monster” oleh teman sebaya dan para orang dewasa. Awalnya Gon selalu mengganggu Yoon-jae. Namun karena Yoon-jae tidak merespon sesuai keinginan Gon, Gon menjadi frustasi. Penasaran terhadap tindak dan motivasi Gon, Yoon-jae mulai mencari Gon dan hubungan keduanya pun berubah menjadi pertemanan. Yoon-jae dan Gon adalah dua remaja yang serupa meski berbeda. Keduanya adalah“monster”, anak yang tidak normal. Gon adalah monster yang meledak-ledak, seperti bom yang emosional dan reaktif. Sementara itu, Yoon-jae bagaikan danau yang tenang. Meskipun diam, ia menakutkan dan bisa menghanyutkan.
Disaat yang sama, Yoon-jae berteman dengan Dora, seorang gadis yang ekspresif dan penuh energi. Interaksi Yoon-jae dengan Dora membuat Yoon-jae memunculkan pertanyaan dan pikiran yang sebelumnya belum pernah singgah di kepalanya. Dora bagaikan teka-teki yang harus diselesaikan Yoon-jae untuk memahami dirinya. Jika Gon memiliki kesamaan dengan Yoon-jae, Dora adalah sosok yang sama sekali berlawanan dengan Yoon-jae. Yoon-jae yang percaya pada pepatah “diam itu emas”. Sementaraitu, Dora adalah gadis yang tak bisa diam. Ia selalu bergerak dan sangat aktif. Meskipun begitu, Dora tidak pernah menghakimi atau memaksa Yoon-jae untuk bereaksi layaknya orang normal. Dora Menerima kondisi Yoon-jae yang tidak mampu merasakan emosi.
Sebelum Insiden menimpa ibu dan neneknya terjadi, Yoon-jae selalu dibina oleh ibunya. Namun sejak ibunya terbaring di rumah sakit, ia dibantu oleh Profesor Shim, wali sekaligus pemilik toko roti di lantai atas toko buku milik ibunya. Profesor Shim mendengarkan cerita-cerita Yoon-jae dan menjawab keingintahuannya. Hingga suatu saat Yoon-jae menceritakan dengan detail hal-hal yang ia pikirkan ketika bertemu dengan Dora. Mendengar cerita itu, Profesor Shim menyampaikan keyakinannya bahwa suatu saat Yoon-jae akan dapat merasakan emosi. Ia pun juga yang menjadi pendukung Yoon-jae untuk membangun hubungan dengan teman sebayanya.
Lebih Dari berkomunikasi, menjalin pertemanan adalah hal yang sulit bagi Yoon-jae. Ia Terbiasa merespons kata-kata orang lain, tetapi untuk berteman, ia harus belajar untuk terlebih dahulu mengambil tindakan. Yoon-jae mendatangi Gon ketika ia sadar bahwa Gon tidak lagi datang kepadanya. Ia pun tidak banyak pikir untuk pergi mencari Gon setelah Gon hilang. Hal-hal tadi sulit dilakukan jika ia benar-benar apatis terhadap keadaan Gon. Pembaca dapat merasakan perkembangan Yoon-jae dari awal hingga akhir cerita.
Perkembangan karakter juga terjadi pada Gon. Awalnya, keinginannya hanyalah menjadi dan terlihat kuat. Namun setelah merasa upayanya mengganggu Yoon-jae tidak berhasil, ia mampu menelan egonya untuk menerima kekalahan. Meskipun Caranya mengajarkan emosi terbilang ekstrim, ia bahkan berusaha mengajari Yoon-jae tentang rasa sakit dan empati. Ketika Yoon-jae datang menyelamatkan Gon, ia pun berani untuk menjadi “rapuh” dan berjanji untuk meminta maaf padasetiap orang yang pernah ia sakiti.
Novel Ini mengajarkan pembaca untuk tidak menghakimi orang lain hanya berdasarkan apa yang terlihat saja. Setiap orang memiliki kisah dan latar belakang yang membentuk kepribadiannya. Yoon-jae dan Gon, dua karakter yang mendapatkan cap sebagai “monster”, terbentuk dari dua fenomena yang berbeda. Yoon-jae adalah seseorang yang terlahir sebagai “monster” karena penyakit yang diidapnya. Sementara itu, Gon adalah “monster” yang dibentuk oleh lingkungan pergaulan. Meskipun memiliki latar belakang dan perilaku yang berbeda,keberadaan keduanya seperti makhluk asing di antara orang-orang “normal”.
Kenyataannya, Yoon-jae dan Gon hanyalah dua manusia biasa. Kehidupan memberikan kondisi yang berbeda-beda untuk setiap manusia. Ujian dan permasalahan yang harus dihadapi pun tidak sama. Namun perbedaan itu tidak membuat seseorang menjadi lebih atau kurang manusiawi dibandingkan dengan manusia lain. Novel ini mengingatkan kembali bahwa setiap orang memiliki kekurangan, kelebihan, sisi malaikat, dan sisi monster masing-masing. Daripada saling menjauhi mereka yang dianggap berbeda,belajar untuk hidup bersama adalah yang seharusnya menjadi fokus semua orang.
Gaya penulisan Sohn Won-pyung unik dan efektif dalam menggambarkan dunia melalui mata Yoon-jae. Detail-detail kecil dalam penggambaran pemikiran,pertanyaan, dan pengalaman Yoon-jae membuat pembaca dapat merasakan dan memahami perjuangan Yunjae. Melalui penggambaran itu, pembaca dapat merasakan langkah maju Yoon-jae untuk memahami emosi di setiap lembar cerita. Di setiap episode, Sohn Won-pyung juga mengingatkan pembaca bahwa setiap orang mampu tumbuh. Hingga akhirnya, setiap karakter benar-benar menyadari perubahan mereka di akhir cerita.
Suatu Hari, Gon menghilang dan dikatakan ada bersama seseorang yang ia panggil dengan sebutan “Cheolsa hyung”. Yoon-jae mencari keberadaan Gon di Kota Pelabuhan. Di sana, ia tak hanya menemukan Gon, tetapi harus berhadapan dengan “Cheolsa hyung”. Meski Gon terus menyuruhnya menyerah, Yoon-jae tak gentar dan berakibat terluka parah. Saat itulah untuk pertama kalinya Yoon-jae mampu merasakan emosi. Bagian Ini adalah bagian paling berkesan dari “Almond”, ketika akhirnya Yunjae bisa merasakan perasaan yang membuncah. Walaupun Yoon-jae tidak tahu apakah itu kesedihan, kesenangan, kesepian, kesakitan, ketakutan, atau kegembiraan, ia mampu merasakan sesuatu. Novel ini pun membuat pembaca terharu setelah mengetahui ibu Yoon-jae terbangun dari komanya di akhir cerita.
Tema-tema yang dieksplorasi dalam “Almond” adalah tema-tema yang perlu diingat oleh manusia sepanjang waktu. Pemahaman emosi, persahabatan, kasih sayang keluarga,dan empati adalah nilai-nilai yang tak lekang oleh waktu. Pesan moral tentang pentingnya memahami dan peduli terhadap sesama disampaikan dengan cara yang unik. Bahkan sebelum Yoon-jae dapat merasakan emosi, Yoon-jae menjelaskan alasannya untuk mencari Gon. Ia berkata bahwa dirinya tidak ingin menjadi orang yang tidak peduli karena semata tidak mampu merasakan kesulitan orang lain. Ia Tidak ingin menjadi seperti “penonton” yang terdiam ketika kejadian tragis menimpa ibu dan neneknya dulu. Empati terhadap kondisi orang lain adalah pesan utama yang diusung dalam “Almond”.
Novel Ini dapat memberikan pesan yang dibutuhkan oleh remaja yang akan menapaki masa dewasa. Pesan bahwa berbeda ataupun tidak, semua orang menghadapi permasalahannya masing-masing. Pesan bahwa kepedulian penting tak hanya untuk orang lain tetapi juga untuk diri sendiri. “Almond” juga menjadi bacaan untuk refleksi bagi siapa saja tentang pentingnya empati dan persahabatan. Melalui Novel ini, Sohn Won-pyung berhasil menyampaikan pesan moral yang kuat dan menggugah.
User's Reviews 리뷰
More Content Like This
There are no reviews.